Senin, 16 Februari 2009
sayangi pemilu
Lagi belajar dunia politik
Perlu Pendidikan Politik
Oleh Zumala Nahari
Pesta demokrasi sebentar lagi bakal digelar. Parpol mulai banting setir mencari massa. Lalu sudahkah masyarakat bersiap menyambut pesta akbar ini?
Menjelang pesta demokrasi terbesar (pemilu) di negeri ini sebagian masyarakat belum mengetahui pasti tanggal pelaksanaannya. Sementara itu, para aktivis parpolpun mulai merangkul massa sebanyak-banyaknya. Dari tokoh agama hingga orang-orang yang berpengaruh di masyarakat menjadi sasaran.
Namun meski pemilu 2009 sebentar lagi datang, banyak pihak yang memperkirakan meningkatnya golongan putih. Munculnya golongan ini, ditengarai karena kepercayaan publik terhadap orang-orang senayan mulai hilang. Kenaikan harga BBM yang lebih dari tiga kali dalam kurun waktu lima tahun merupakan hal yang begitu kentara dirasakan.
Idealnya, saat pemilu rakyat berbondong-bondong pergi ke TPS untuk memberikan hak suaranya, karena satu suara saja begitu berharga demi kelangsungan pemerintahan lima tahun ke depan. Lalu bagaimana jika golput muncul? Apakah mereka sudah malas dengan pemerintah--tidak percaya lagi dengan calon wakil rakyat yang suka mengobral janji--atau karena tidak mendapat imbalan?
Perbandingan yang cukup signifikan antara penduduk perkotaan dan pedesaan juga berpengaruh pada pemberian hak suara. Bagi orang pedesaan yang tipologi masyarakatnya tidak begitu paham akan politik, membuka peluang yang begitu lebar bagi parpol untuk menjaring massa sebanyak-banyaknya. Bahkan terkadang besarnya imbalan yang bervariasi dari tiap-tiap parpol juga berpengaruh terhadap hasil yang dicapai.
Tamapaknya kesadaran berpolitik di negeri ini masih tersandung oleh praktek money politik. Seperti peribahasa ada uang abang disayang, tak ada uang abang melayang. Uang memiliki kuasa yang begitu kuat. Bagi orang awam uang itu merupakan imbalan atas kedatangannya di TPS. Perkara mengetahui calon yang dipilih tak begitu penting. Tetapi kalau tidak ada imbalan, mereka lebih memilih berdiam diri di rumah atau menjadi golongan putih (golput).
Jika uang begitu kuatnya mempengaruhi hak pilih publik, bukankah itu sama saja menjual negeri ini ke tangan orang-orang yang ‘berduit’ semata. Jika modal tak kunjung kembali, korupsi merupakan salah satu langkah dalam meraih keuntungan.
Oleh karena itu, pendidikan politik perlu diberikan agar masyarakat mengetahui seberapa penting suara mereka. Ini tak hanya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah saja tapi juga kita semua. ***